Underbone 'Moped' Injeksi Jalan Ditempat…? Harus Ada Kebijakan Yang Tegas !!

filano

Popularitas sebuah produk baru tak diragukan dalam menarik minat seorang konsumen karena disinilah awal nilai untuk sang produk. Apalagi saat produk baru tersebut laris manis saat penjualan pertamanya, yang lain yang belum mendapatkan kesempatan membeli pun beramai-ramai mengikutinya.

Produk yang laris identik dengan keberhasilan, produk yang laris identik pula dengan motor idaman. Namun tak semua produk laris adalah produk terbaik. Terbaik dari segi penjualan bukan berarti terbaik dalam sisi fitur dan teknologinya.

Kali ini saya tidak membicarakan produk sport yang jelas lebih berisi dibandingkan kelas dibawahnya. Begitu pula dengan matic, saya pun tak membahasnya mengingat kesuksesan matic dan sport mengusung sistem teknologi yang lebih maju dalam hal ini injeksi mendapatkan minat yang cukup baik di mata konsumen.

Menarik untuk diikuti perkembangannya adalah gerak produksi motor-motor bergenre moped atau underbone bagi moped yang lebih advanced tingkatannya seperti Jupiter MX, CS1, Satria FU, Kawak Athelete dan TVS Tormax. Saya nggak berbicara bebek, karena tak satupun atpm menyebut produk mereka bebek. CMIIW.

Disaat kelas sport dan matic sukses bermigrasi ke sistem pengkabutan bahan bakar injeksi, tak begitu hal nya dengan kelas moped. Di kelas ini rasanya sulit untuk diajak berubah ke sistem pengkabutan advanced tersebut. Sebut saja Supra X 125 PGM FI, Shogun 125 FI, Jupiter Z1. Semua produk moped injeksi tersebut terasa kalah pamor dalam hal minat di mata konsumen.

Meskipun sudah banyak produk injeksi tanpa masalah, tetap saja bagi sebagian masyarakat teknologi karburator masih menjadi primadona. Moped termasuk produk yang cukup digemari untuk digali potensi tenaganya. Sebut saja Jupiter MX, motor yamaha yang masuk dalam kelas Underbone ini sangat disukai oleh para tuner. Menggali tenaga Jupiter MX bak membangunkan singa yang tertidur. Jika digali potensinya dengan mengadopsi kapasitas silinder yang sama dengan tiger misalnya, Jupiter MX diyakini dapat melesat lebih cepat dibandingkan si macan ataupun si kalajengking sekalipun.

Di thailand, pada tahun 2008 Yamaha pernah memproduksi Yamaha Spark 135i (Jupiter MX versi Injeksi). Namun, lagi-lagi produk injeksi untuk moped ini tak banyak diminati. Konsumen lebih memilih versi karburator karena cukup mudah diotak-atik. Misal meningkatkan kapasitas cc menjadi 150cc, dengan sistem karburator mudah untuk mencari part pendukung mesin 150cc tersebut di pasaran dengan venturi karbu lebih besar, begitu pula perangkat pengapian macam CDI Racing yang cukup banyak tersedia. Berbeda dengan injeksi, merubah kapasitas mesin bisa jadi harus mengubah 1 set perangkat injeksi.  Lagi-lagi karena ketersediaan di pasaran yang masih minim dan relatif mahal, maka produk ber-karbu yang masih tetap diminati.

Kebiasaan inilah yang sulit dirubah dalam masyarakat roda dua khususnya. Padahal jika harus dibandingkan potensi kekuatan standar motor antara yang menggunakan karbu dan injeksi maka moped injeksi mampu untuk lebih unggul dalam berbagai hal. Tak hanya tenaga namun efisiensi bahan bakar juga meningkat.

Moped injeksi yang kebanyakan masih kurang dukungan sebenarnya dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan minat beli konsumen itu sendiri. Jangan lagi ada pilihan antara dua sistem teknologi yang masing-masing jelas memiliki kelebihan dan kekurangannya. Harus ada arus satu arah, jika harus injeksi, injeksi kan semua produk tak terkecuali moped terlepas dari hasil penjualan yang entah akan memberikan dampak untung atau sebaliknya. (fnc)