Pembatasan BBM Bersubdisi, Antara Kebijakan dan Kesejahteraan !!

filano

bbm11

Pembatasan BBM Bersubsidi kembali dicanangkan oleh Pemerintah baru-baru ini. Tentu saja hal tersebut kembali menjadi polemik yang tak kunjung berakhir yang berkaitan dengan kebijakan subsidi BBM tersebut. Pemerintah berasumsi, dengan pembatasan BBMyang mulai dilakukan per agustus 2014 di JakPus sebagai implementasi pertama pembatasan tersebut.

Beberapa poin yang sempat diutarakan oleh BPH Migas bahwa selain Jakarta Pusat, pembatasan BBM bersubsidi tersebut ditarget kan pada pelaku produksi. Artinya pemerintah akan benar-benar membatasi pasokan BBM bersubsidi pada SPBU dikawasan industri yang mana banyak terjadi kecurangan pelaku industri untuk memanfaatkan bahan bakar yang sebenarnya ditujukan untuk masyarakat yang secara taraf ekonomi tidak mampu.

Begitu juga pada kebutuhan nelayan misalnya, pemeruintah turut mengurangi subsidi BBM untuk nelayan sebesar 20%, mengingat menurut pemerintah banyak temuan bahwa konsumsi BBM bersubsidi untuk nelayan tersebut banyak diselewengkan dan dimanfaatkan untuk kapal-kapal industri perikanan yang seharusnya tak menggunakannya.

Pentingnya peran monitoring penggunaan BBM yang terbukti tak efektif inilah yang mendasari pemerintah melakukan tindakan tersebut. Namun dampak yang ditimbulkan bakal akan sangat terasa juga pada masyarakat. Menurut Gaudius Suhardi, salah seorang anggota dewan redaksi media group menyebutkan BBM bersubsidi memang syarat kepentingan, salah satunya adalah tekanan dari pelaku industri otomotif.

Bagaimana dengan sudut pandang fnc tentang pembatasan ini? Sudah saatnya masyarakat mandiri dengan tidak menggantungkan diri pada bahan bakar bersubsidi. Taraf hidup masyarakat saat ini sudah mulai membaik dengan semakin meningkatnya penjualan kendaraan baik mobil ataupun motor. Masyarakat dinilai mampu membeli kebutuhan tersebut, namun merasa miskin saat harus diharapkan pada bahan bakar Pertamax yang secara harga memang lebih mahal dari premium yang di subsidi hingga saat ini.

Disinilah pola pikir masyarakat yang wajib dirubah. Belum lagi pelaku industri otomotif yang mengambil untungnya dari adanya BBM bersubsidi. Spesifikasi kendaraan yang harusnya menggunakan bahan bakar dengan RON 90 keatas, disunat dan dipaksa disesuaikan untuk bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi, jelas hal tersebut merupakan pembelajaran buruk untuk masyarakat.

Harusnya pelaku industri otomotif pun juga perlu tergas dengan produk yang dimilikinya. Motor yang secara banderol harga cukup mahal, misal 20 juta keatas dengan kompresi tinggi, tak perlu disesuaikan lagi dengan untuk mengkonsumsi premium, dengan asumsi pembeli motor dengan harga 20 juta keatas sudah dianggap mampu untuk mengambil resiko dengan mengkonsumsi bahan bakar non subsidi.

Dari berbagai kebijakan tegas tersebut, perlu pula pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Banyak contoh kebijakan yang harus dilakukan untuk pelaku industri, misalnya UMR dan UMK dinaikkan yang tentu saja berfungsi untuk memberikan keseimbangan akan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Kenaikan maupun pembatasan subsidi dirasa berat khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu dikarenakan kesejahteraan hidup mereka yang belum tercapai dari keadaan saat ini. (fnc)

____________

Related Post :

[display-posts category=coretan]