Harusnya Produsen Roda 2 Nasional Bisa Meniru Langkah Ducati, Minerva dan Bajaj !!

filano

Meniru merupakan sebuah kata yang kebanyakan berkonotasi negatif pada kebanyakan orang. Namun, sebenarnya meniru adalah suatu hal yang lumrah tapi harus sesuai etika.

Gembar gembor penjualan Ducati yang akan dilakukan mengingat dampak krisis global memaksa pabrikan TOP tersebut menjual saham perusahaannya demi kelangsungan nama besar mereka. Tak tanggung-tanggung, pinangan datang dari pabrikan terkemuka Volkswagen melalui anak perusahaannya Audi berminat menanamkan sahamnya untuk Ducati. Salah satu alasan keinginan membeli Ducati diantaranya Audi tertarik dengan kemampuan Ducati dalam hal teknologi mesin yang ringan dan irit BBM, sejarah balapan Ducati, suara gahar yang muncul dari knalpot motor Ducati serta styling motor Ducati.

Seharusnya inilah yang patut ditiru oleh Produsen Motor nasioanal. Bilamana tidak mampu membuat sebuah teknologi yang sebagus produk jepang, beri kesempatan investor mengelolanya namun dengan nama besar produk nasional. Mungkinkah..?? Jawabnya MUNGKIN. Kenapa tidak?

Berkaca dari contoh Minerva yang dahulu dipandang sebelah, minerva hanya dikenal sebagai produk abal-abal yang hanya bisa meniru ketenaran CBR 150 lawas. Namun tak sedikit masyarakat yang antusias, bahwa nama CBR menjadi miring dengan kedatangan Minerva. Waktupun berubah, saat ini minerva tak lagi menjadi “produk peniru” melainkan memiliki trademark sendiri.

Tak hanya bisa berkaca pada minerva, eksistensi Bajaj Pulsar juga bisa dijadikan contoh. Desain dan teknologi yang dikembangkan ala india, namun hasilnya MANTAB. Tak kalah dengan gemerlap produk jepang yang sudah terlebih dahulu mendunia. Desain stagnan yang bisa dibilang hanya itu-itu saja akhirnya pecah. Melalui kerjasamanya dengan KTM, sedikit banyak memiliki pengaruh besar akan berkembangan desain produk baru Bajaj.

Menjadi peniru bukanlah suatu hal yang salah, namun bertujuan memperkuat pasar mengingat bagi pendatang baru didunia roda 2 bukan hal yang gampang merebut hati pasar. Namun tak serta merta menjadi peniru seumur hidup, melainkan hanya sesaat. Setelah mampu berdiri kokoh dengan kedua kaki sendiri barulah membuat trademark yang menjadi ciri khas tersendiri.